Sejarah

Pertanyaan

Faktor berkembangnya kerajaan islam di jambi

1 Jawaban

  • Kerajaan Jambi dulunya merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Malayu, dan kemudian menjadi bagian dari Sriwijaya. Pada akhir abad ke-14 Jambi merupakan pengikut dari kerajaan Majapahit sehingga pengaruh Jawa masih cukup mewarnai kesultanan Jambi selama abad ke-17 dan ke-18. Sejarah perkembangan jambi dipengaruhi oleh letak geografis yang berada diwilayah cekungan Batang Hari, sungai terpanjang di Sumatera. Sungai ini merupakan penggabungan dari anak-anak sungai seperti sungai Tembesi, sungai Tabir dan batangMerangin.Sementara Sungai Tungkal yang berbatasan dengan Indragiri memiliki cekungan tangkapan air sendiri. Sungai-sungai itu merupakan salah satu tulang punggung transportasi Andalan terutama dijambi kawasan timur . Pada 1616 Jambi merupakan pelabuhan terkaya kedua di Sumatera setelah Aceh, dan pada 1670 kerajaan ini sebanding dengan tetangga-tetangganya seperti Johor dan Palembang. Berdirinya kesultanan Jambi bersamaan dengan kebangkitan Islam di wilayah itu. Dalam berbagai sumber Kesultanan Jambi dipimpin oleh raja yang bergelar sultan. Raja yang dipilih dari perwakilan empat keluarga bangsawan (suku) yaitu : suku Kraton, Kedipan, Perban dan Raja Empat Puluh. Selain memilih raja suku tersebut juga memilih pangeran ratu, yang mengendalikan jalan pemerintahan sehari-hari.Dalam menjalankan pemerintahan pangeran ratu dibantu oleh para menteri dan dewan penasihat yang anggotanya berasal dari keluarga bangsawan. Sultan berfungsi sebagai pemersatu dan mewakili negara bagi dunia luar.Namun kejayaan Jambi tidak berumur panjang karena pada Tahun 1680-an Jambi kehilangan kedudukan sebagai pelabuhan lada utama, setelah terjadi peperangan dengan Johor dan konflik yang terjadi di dalam internal kerajaan dan dimanfaatkan oleh para penjajah Sehingga pada Tahun 1903 Pangeran Ratu Martaningrat, keturunan Sultan Thaha, sultan yang terakhir, menyerah kepada Belanda.dan Jambi bergabung dengan keresidenan Palembang.Pada tahun 1904 Penjajah Belanda yang dipimpin oleh Leutenant G. Badings melakukan Penyerangan ke tempat terakhir pelarian Sultan Thaha Syaifuddin di Tanah Garo dalam pertempuran yang terjadi di Desa Betung Bedarah, Kecamatan Muara Tabir, Kabupaten Tebo , Sultan Thaha Syaifuddin tertembak dan wafat dalam pertempuran ituSehingga Pada Tahun 1906 kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Setelah sekian lama dibubarkan dan tidak memiliki raja muncul dorongan dari tokoh masyarakat dan pemerintah Provinsi jambi untuk menghidupkan kembali sejarah yang sudah lama terkubur sehingga perlu penetapan kembali Sultan jambi Setelah dilakukan penelitian sejarah diperkuat dengan dokumen ‘Surat Wasiat’ milik ayah kandung Raden Iskandar HK gelar Pangeran Prabu yaitu Raden Hasan Basri Bin Raden Inu Kertopati Bin Sultan Thaha Syaifuddin pada 1989. satu tahun, sebelum Raden Hasan Basri wafat pada 1990 ternyata Raden Abdurrachman Bin Raden Djak’far Kertopati gelar Pangeran Mudo adalah keturunan sah dari garis keturunan Raja Kerajaan Melayu Kesultanan Jambi, dari garis lurus keturunan Sultan Thaha Syaifuddin Gelar Pangeran Jayaningrat dengan Permaisuri Ratu Chalijah gelar Ratu Anom Kesumo Ningrat sebagai Ahli Waris dan Penerima Waris tahta pelestarian Kerajaan Melayu Kesultanan Jambi sekarang keputusan ini ditetapkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Kelas I Jambi Nomor.18/Pdt.P/2008/PA.Jb, tertanggal 19 Mei 2008. Surat wasiat tersebut menyatakan bahwa: apabila kelak seluruh keluarga besar dan keturunan Sultan Kerajaan Melayu Kesultanan Jambi, yaitu Sultan Thaha Syaifuddin, yang juga telah ditetapkan oleh pemerintah RI sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor.079/TK/1977 ini, serta segenap unsur pemerintah daerah Provinsi Jambi di dalam memutuskan dan menentukan sikap, siapa yang berhak sebagai ahli waris dan penerima waris tahta Kerajaan Melayu Kesultanan Jambi sebagai Sultan Jambi, untuk meneruskan tongkat estafet kesultanan maupun Sultan Jambi Kerajaan Melayu Kesultanan Jambi kini telah memiliki seorang sultan oleh karena itu Untuk melestarikan budaya yang ada tentu perlu dukungan berbagai pihak sehingga ini akan menjadi khasanah baru dalam rangka melestarikan budaya dan pengembangan wisata sejarah yang ada di Bumi Nusantara Ini

Pertanyaan Lainnya